Jumat, 21 Desember 2012

Kaladamai bersemayam

Sayang….
Sampai saat ini aku terkadang tak percaya
menerima keajaiban, berkah dan karunia ini.

Kadang aku juga berpikir apakah ini sudah sepantasnya
Tuhan menghadirkan dirimu dalam kehidupanku...?

Aku akan terus memantaskan diriku dalam menerima takdir ini
jika memang ini adalah hal yang telah di gariskan.

Menghitung rindu dibawah purnama


Untuk dini hariku yang sunyi, aku tak bisa menterjemahkan kata “berapa”
untuk tanyakan tentang waktu yang terlewati dengan segala pedih…
Ataupun menghitung banyaknya kali ketika aku jatuh
Juga untuk mengukur dalamnya jurang yang kuhadapi
Demi seuntai asa dalam kesendirian ini….

Saat kau hadir


Dulu saat kau hadir,
sesungguhnya saat itu pula aku mengusir,
tapi kututupi sikapku dengan seribu tabir,
agar di hatimu tak pernah ada rasa khawatir,
sampai waktunya kebersamaan berakhir.

Semusim rindu


Baru ku mengerti jika rasa tak pernah pergi takkan terganti
Sekeras apa pun aku mencoba, selemah apa pun daya untuk mengingatnya
Hati memiliki pilihannya sendiri yang tak bisa dipungkiri

Kukira aku sudah berhenti berharap di sekian waktu yang lalu
Kukira aku tak punya lagi hasrat untuk bertemu
Kukira aku takkan lagi melihatmu seindah seperti dulu
Hingga kemarin aku tahu bahwa segalanya tak ada yang berubah
Kecuali setumpuk perkiraanku yang salah

Damaikan desembermu

Desember
mimpi apa lagi yang masih tumbuh di benakku
sedang langit senantiasa gelap dan hujan membabi buta

Dengarlah dalam bentang malam, kepak kelalawar yang membentang
sementara tempias badai di jendela menguliti tulang tulang kita

Desember yang sering murung
kita temukan tubuh kita meringkuk dalam selimut
tergantung di kalender hari hari yang dingin

Senja tak lagi bercahaya dan langit menabuh gemuruh
Menabur beribu bening anak air di muka bumiku

Angin berpesta sempoyongan menari-nari di kegelapan malam
Bagaikan ladang kering menelan arak